Jangan Malas Solat!

Jangan Malas Solat!

Saturday 30 July 2011

“Kau Cintakan Dia. Tetapi Adakah Dia Cintakan Kau?”

Kita semua mempunyai perasaan sayang dan cinta. Itu lumrah manusia. Malah ia sifat fitrah yang telah ALLAH wujudkan di dalam diri setiap manusia. Cinta sesama manusia, cinta kepada harta, cinta kepada tanahair, cinta kepada kerjaya dan sebagainya.

Pernah kita kadang-kadang dikecewakan. Cinta yang mendalam melahirkan sakit yang mendalam tatkala dikecewakan. Tiada makhuk yang sempurna keadaannya. Cinta pasti melahirkan kekecewaan. Jika sepanjang cinta tidak pernah melahirkan kecewa, pasti di hujung usia ia datang juga untuk mengecewakan.

Mustahil kecewa tidak datang menjenguk diri. Ia mungkin datang sekejap dan pergi. Ia mungkin sekadar mencederakan hati. Sembuh kembali. Atau mungkin juga sehingga membunuh hati. Pokoknya, kecewa dan cinta datang bersekali.

Namun, ada satu cinta yang apabila kita meletakkan cinta, cinta itu tidak akan mengecewakan kita. Yang mana kita rela berkongsi cinta. Cemburu cinta tidak pernah menjelma. Nyaman dan tenang mendamaikan jiwa. Kecewa tiada. Cinta berbalas adalah suatu yang nyata.

Cinta apa itu? Itulah namanya cintakan ALLAH!

Tempat dan kedudukan cinta kita di sisiNYA terbela. Bagaimana cinta kita kepadaNYA, sebanyak itu jugalah cintaNYA kepada kita. DIA meletakkan kita sebagaimana kita meletakkanNYA. Malah, mungkin lebih dari apa yang kita sangka.

Sedangkan mencintai makhluk, kita belum tentu dapat merasai kenikmatan seumpama itu. Belum tentu apabila kita cinta makhluk 100%, dia juga cintakan kita sebanyak itu. Belum tentu apatah lagi tidak tahu.

Cinta kepada makhluk, kita mesti menjaganya. Tetapi cinta kepada ALLAH, ALLAH menjaga kita. Cinta kepada makhluk yang tidur atau berjauhan, kita tidak dapat berhubung dengannya, tetapi cinta kepada ALLAH adalah cinta yang berhubungan sentiasa. Cinta kepada makhluk melahirkan rindu dan tangisan yang kadang-kadang mendatangkan sengsara. Tetapi cinta kepada ALLAH melahirkan rindu dan tangisan kepuasan yang menenangkan jiwa.

Jika orang bertanya tentang cintaku kepada makhluk, “Kau cintakan dia. Tetapi adakah dia cintakan kau?” Aku jawab, “Ya, barangkali.”

Tetapi jika orang bertanya tentang cintaku kepada ALLAH, “Kau cintakan DIA. Tetapi, adakah DIA cintakan kau?” Aku jawab, “Ya, DIA mencintaiku, pasti.”

Berbaloi bukan? Justeru, mana cinta wajar menjadi keutamaan?

(Cinta Allah dapat diraih dengan menunaikan hak-hakNya dan demikian juga cinta manusia dapat diraih dengan menunaikan hak-haknya dan memperlakukan mereka secara adil dan baik. Mendapat cinta Allah adalah tujuan utama seorang hamba dalam hidupnya, maka wajib bagi seorang hamba untuk mengetahui hal-hal yang mendatangkan kecintaan Allah.)

"Ya Allah suburkanlah rasa cintaku ini kpdMu dgn sebenar2 rasa ketaqwaan dan kesabaran...aku cinta dan aku sayang kepadaMu,Ya Tuhanku.Kaulah yg akn sentiasa bertakhta dlm hidup dan matiku."

Friday 29 July 2011

Cinta seorang sahabat kepada sahabatnya kerana Allah...

Assalamu ‘alaikum sahabat…
Semoga saat engkau membaca surat ini, engkau dalam keadaan tersenyum. Karena Allah telah menghadirkan kembali rasa sayang serta KasihNya padamu. rasa yang sama saat kita bersama dulu, menjalani hari – hari penuh lelah, merangkai senyum dalam keletihan. Namun, kita menghimpunnya dalam suasana penuh cinta.
Sahabatku.
Sekali lagi aku menyapamu, untuk sebuah rasa rinduku padamu. Apa kabarmu hari ini? Dari tempat aku menulis sepucuk surat ini, aku selalu berdoa dalam segenap hatiku, agar engkau di sana tetap teguh dalam keimanan, dan Allah tak pernah hentinya mencurahkan RahmatNya padamu.
Sahabat…
Pernahkah kau berpikir mengapa Allah mempertemukan kita? Adakah semua kenangan indah yang kita alami terjadi begitu saja. Aku tak kuasa membendung butiran cinta bila merenungi semua ini. Semalam di sepertiga malamku, ku curahkan segenap rinduku pada Sang Pemberi Cinta, karena aku tahu padaNya lah bermula rasa rinduku padamu. dan tak lupa sebait doa ku lantunkan di sepertiga malam ku itu, agar kau selalu dalam naunganNya.
Sahabat….
Terakhir kali kala kita akan berpisah, sebenarnya aku benar – benar tak kuasa melepasmu, kenangan - kenangan manis yang telah lama kita jalin, rasanya terlalu erat untuk diuraikan. Tapi senyummu ketika itu, mengisyaratkan agar aku tetap tabah. Hingga kini bila jiwaku terasa sunyi wajah ceriamu selalu hadir. Seolah engkau benar – benar ada di sampingku. Menghiburku dengan cerita – cerita indah dari syurga, cerita tentang orang – orang yang selalu dikasihi Allah karena saling mencintai karenaNya.
Sahabat…
Suatu kali saat cahaya senja menaungiku di bibir pantai, aku termenung sambil menatap riak – riak air laut yang tenang. membiarkan angin dengan lembutnya menerpa wajahku. Mengusikku, yang kala itu sedang terkenang akan dirimu. Dan butiran beningpun kembali mengalir, sesekali riak – riak air laut menggodaku, menyentuh kakiku yang tak beralas.
Sahabatku, yang jiwamu selalu terpancar cahaya keimanan
Bila bisa memilih, aku ingin selalu setia bersamamu, mendengarkan cerita – cerita indahmu, atau menghiburmu kala kau sedang berduka. Tapi, aku mengerti bahwa sang Khaliq telah menyiapkan skenario terindahnya untuk kita, sehingga Tak ku risaukan lagi apapun takdir Tuhan tentang kita nantinya, bisa mengenalmu saja aku sudah sangat bersyukur. Aku bersyukur karena Allah telah menghadirkan dirimu pada sepotong mozaik hidupku yang singkat ini. Sepotong kenangan indah bersamamu, mampu mencerahkan setiap langkahku.
Sahabat….
Sepucuk Surat yang engkau genggam ini, ku tulis dengan hati yang bergetar. Setiap untaian katanya adalah kuntum – kuntum rinduku padamu. aku menulisnya dengan perasaan yang sama saat kita meguncapkan janji – janji suci, bahwa kita akan bertemu kembali di tempat terindahNya, syurga firdaus. Kini, saat kita tak bersama lagi. Hanya janji suci itulah yang menguatkan aku, mengiringi langkahku dalam merangkai cita –
cita.
Sahabatku,
Semenjak kita berpisah, aku telah mengenal banyak orang, bertemu bermacam rupa manusia. Namun, tak kutemukan satupun perasaan yang sama saat bersamamu. Ada kehangatan jiwa yang ku rasakan, saat kita menertawakan kecerobohan kita sendiri, kau telah mengajari aku bagaimana cara agar kita tetap tersenyum, meski takdir terasa pahit.
Sahabatku…
Ku harap engkau selalu dalam kebaikan, jagalah selalu shalatmu, tilawahmu, serta lisanmu. Sehingga para malaikat menyaksikan engkau sebagai hambaNya yang sempurna dalam keimanan. Sahabatku, ku harap pula agar engkau selalu menjaga akhlakmu di manapun engkau berada, serta kepada siapapun, kepada orang yang muda ataupun tua, bahkan kepada orang – orang yang membencimu sekalipun.
Begitu juga diriku, ku mohon agar engkau selalu mendoakanku. Agar kita bisa menjadi pribadi yang menawan karena akhlak dan ilmu.
Sahabatku..
Seterjal apapun perjalan yang kau tempuh, sepahit apapun kisah yang kau rasa. Ku mohon padamu, janganlah pernah berpaling dari cahayaNya. Yakinlah, bahwa engkau tak pernah sendiri, Allah dengan segala kemurahanNya akan selalu membimbingmu, asal dirimu selalu menjaga waktu untuk selalu dekat padaNya.
Sahabatku yang hatinya selalu terpancar cahaya Illahi, selalu ada ruang dihatiku untukmu, karena kau telah terlebih dahulu membesarkan hatiku. Dan aku berharap semoga kita bertemu kembali walau di tempat dan waktu yang berbeda, namun masih ada cinta di sana.
Sahabatku, yang karena Allah aku merindukanmu.
Inilah sepucuk surat yang ku tulis untukmu, ku tulis dengan hati yang ikhlas, dengan jiwa yang basah. Semoga setelah engkau membacanya, semakin terjalinlah rasa persahabatan kita. Dan semakin semangat pula ikhtiar kita menuju jalanNya. Semoga Allah menghimpun kita di taman – taman surganya, seperti janji suci yang telah kita ikrarkan.
Wassalam.

Friday 8 July 2011

CERPEN: Solatku. Ibadahku. Khusyukku. (Bhg 1)



AllahuAkbar AllahuAkbar..
AllahuAkbar AllahuAkbar..

“Min, dah azan tu, jom turun surau sekali” laung Aqilah kepada teman sebiliknya yang sedang ralit menghadap laptop.

“Kau turunlah dulu, aku solat di bilik ja..ada keje sikit ni..”


45 minit berlalu..

Balik dari surau dia melihat temannya begitu “khusyuk” di hadapan komputernya. “Amboi, sampai nak tembus skrin tu kau tenung, tak jawab salam aku pun..”

“Ye? Aik kau dah balik dari surau Qila?”

“Iya, makan kat kafe jap tadi dengan Afifah sakit pulak perut ni, naik bilik dulu la sementara tunggu Isyak”

Mendengar itu, Jasmin mengalih pandang ke skrin laptopnya melihat jam. 8.30malam.
 “Masya-Allah dah nak dekat habis maghrib ni.” Buru-buru Jasmin bangun ke bilik air.


Enam minit kemudian..

“Huh, sempat juga..F1 betul!” Jasmin menggumam perlahan setelah selesai solat tetapi masih boleh didengari Aqilah.

“Alhamdulillah sempat..Sekejap je pun solat bukan lama pun kan..ok lagi solat 5 minit, ada pernah Qila nampak lebih kurang seminit ja sembahyang zohor, macam burung belatuk pun iya juga, tak ada toma’ninah dah, bukan main express

“Iya ke? Kalau seminit tu aku tak tau la boleh khusyuk ke tak, aku yang solat kalut-kalut macam tadi pun boleh anggar percentage khusyuk tak lebih dari 50%, asyik terlintas supaya sempat ja.” Balas Jasmin.

“Kalau solat pun sambil lewa dibuat, khusyuk pun hilang entah ke mana, kita risaukan celaan Allah dalam surah Al-Ma’un itu..moga-moga Allah menerima semua solat kita yang selalu lompang kita lakukan..”

“Amin..Qila, macam mana nak khusyuk dalam solat ek?”


Bersambung..

“Indahnya tinta da’wah”

Cerpen: Solatku. Ibadatku. Khusyukku. (Bhg 2)



“Min, nak masuk waktu dah ni. Jom kita turun ke surau. Sambil kita berjalan nanti Qila jawab serba ringkas tentang tu ya.” Ujar Aqilah sambil tersenyum kepada Jasmin.

Mereka berdua beriringan menapakkan kaki ke Musolla Al-Iman untuk solat berjemaah. Mereka siap-siap memakai mukena. Lagi lima minit waktu Isyak akan menginjak masuk. Surau tersebut terletak di tengah-tengah antara blok-blok kediaman pelajar Kolej Kediaman Seri Angsana. Blok mereka paling hujung. Jadi tidak boleh berlengah-lengah jika ingin solat berjemaah di surau.

“Dua minggu lepas Qila ada tengok al-Hidayah.. best juga kupasan tajuk hari tu, tentang solat. Tambah best bila Ustaz Zahazan Mohamed bagi pengisian juga.” Aqilah memulakan bicara.

“Ustaz Zahazan? Yang Qila selalu dengar Kuliah Tafsir selepas solat Subuh di radio IKIM tu?” Jasmin menyoal.

“Yup. Dia la. Em, Min ada tanya tentang macam mana nak khusyuk dalam solat kan tadi? Ha, Ustaz Zahazan ada bagi sedikit tips tentang tu.” Tutur Aqilah berhenti sebentar.

“Assalamualaikum…” sapa Aqilah sambil manis tersenyum dan menganggukkan kepala sedikit kepada dua orang pelajar perempuan yang berselisih dengan mereka.

“Wa’alaikumussalam…” kedua-dua mereka membalas salam dan senyuman Aqilah. Jasmin di sisi Aqilah juga turut menghadiahkan senyuman kepada mereka.

“Formula yang sangat mudah Rasulullah ajarkan kepada kita untuk dipraktikkan. Beri salam. InsyaAllah kita semua akan saling kasih mengasihi sesama saudara seIslam.” Tutur Aqilah perlahan sebelum menyambung lagi.



Okback to our topicTips untuk khusyuk solat. Ada ENAM. Pertama, hadirkan hati kita dalam solat. Kedua, cuba faham dengan setiap bacaan dalam solat. Ketiga, masa kita solat hadirkanrasa keagungan kepada Allah. Keempat, merasa malu kepada Allah. Then, merasa takutkepada Allah. Terakhirnya, mengharapkan sepenuh hati kepada Allah.” Aqilah menyenaraikan satu per satu kepada Jasmin secara lambat-lambat supaya dapat ditangkap Jasmin.

“Em.. Merasa malu kepada Allah..jarang dengar kan..bila kita nak merasa malu kepada Allah ni, kita kena rewind and ingat balik segala tingkah laku kita..kan Qila?”

“Iya betul tu Min, dari situ secara tak langsungnya kita akan rasa begitu kerdil sekali depan Allah dan ingin benar-benar Allah mendengar segala bicara kita dalam solat...” Tambah Aqilah.

Ketika mereka menghampiri pintu surau azan pun berkumandang. Aqilah melangkahkan kaki kanan memasuki surau. Ada ramai juga turun ke surau waktu itu.

‘Alhamdulillah…’ detik hati Aqila.

Dekat sebelah kanan sliding door surau seperti biasa Hakimah bersandar di dinding. Aqilah tersenyum. Dia mendekati Hakimah dan bersalaman dengan sahabat baiknya itu.

Ketika jemaah solat sedang khusyuk bersolat dalam rakaat kedua, kedengaran suara orang menjerit dari blok pelajar perempuan. Kedengaran agak jelas di pendengaran. Namun, itu tidak mengganggu konsentrasi Imam yang sedang mengalunkan ayat-ayat suci al-Quran dengan merdu.

Selesai mengaminkan do’a bahu kanan Aqilah terasa dicuit. “Kak Qila, ada student kena rasuk!” cemas nada pembawa khabar itu.

“Innalillah…dekat mana ni?” pantas Aqilah bangun dan memecat mukenanya. Pergerakannya cekap melipat telekung sembahyang itu dan dimasukkan ke dalam beg sandang berwarna coklat tua yang selalu dibawa kemana-mana. Pelajar yang datang mencarinya dalam hal-hal sebegitu bukan menjadi suatu perkara pelik kerana dia memegang taklifan Exco Kerohanian dan Kebajikan bagi Jawatankuasa Mahasiswa (JAKMAS) Kolej Kediaman Seri Angsana. Segala hal kerohanian dan kebajikan pelajar-pelajar kolej kediaman yang seramai dua ribu lebih itu menjadi tanggungjawabnya.

Aqilah mendekati Hakimah yang sedang bersalaman dengan Ruwayda. “Jom tolong ana, adastudent kena rasuk.” Aqilah mengajak mereka berdua.

Mereka berempat melangkah pantas menuju ke blok Fatimah Az-Zahra. Blok tersebut terletak sebelah kanan surau. Sesampainya di aras dua blok kedengaran suara nyaring semakin dekat. Tidak lekang istighfar meniti perlahan di bibir Aqilah dan sahabat-sahabatnya.

Berdekatan rumah bernombor 07 terdapat kerumunan beberapa pelajar perempuan. Mereka memberi laluan kepada mereka berempat yang baru tiba. Mereka menanggalkan sepatu di tepi pintu sebelah dalam rumah.

“Assalamualaikum..” Aqilah memberi salam ketika berada di muka pintu bilik bernombor 01 yang bersebelahan tandas.

“Aaaaaaaaaaaaaaah!!!” Suara nyaring itu kedengaran lagi. Dia menjenguk sedikit dan melangkahkan kaki kanan untuk masuk diikuti Hakimah dan Ruwayda. Kelihatan seorang perempuan sedang terbaring di tingkat bawah katil dua tingkat sebelah kiri pintu. Perempuan yang kelihatan berserabut rambutnya itu dicengkam kuat kedua-dua belah tangannya oleh dua orang perempuan sambil terkumat-kamit mulut mereka membaca sesuatu. Terdapat dua orang lagi duduk bersimpuh atas lantai bilik sambil membaca Surah Yasin. 

“Sakit la wei!!!!! Lepas aku kata!!!” pelajar itu mengaum kuat.

Aqilah menghampiri pelajar itu. Seorang pelajar perempuan yang memegang tangan kiri pesakit itu bangun memberi ruang kepada Aqilah. Direnung sekilas pelajar yang sakit itu. Seperti familiar. Desis hati Aqilah. Ya, dia pernah nampaknya di surau baru-baru ini. Namun begitu, mereka belum pernah berkesempatan untuk berbual.

“Siapa namanya ya?” Tanya Aqilah.

“Siti Hamidah, kitorang panggil dia Siti aje” jawab teman pelajar perempuan itu.

“Mari kita angkat Siti baring di bawah.” Ajak Aqilah kepada sahabat-sahabatnya. Siti menggelupur. Menyukarkan mereka itu mengangkatnya. 

“Aaaaaah!!!” dia menjerit lagi. Akhirnya mampu juga mereka memindahkan Siti ke lantai yang bertikar itu.

“Boleh minta sediakan air mineral?” pinta Aqilah kepada mereka yang berdiri berdekatan.



Aqilah duduk bersimpuh di sebelah kanan Siti. Dia beristighfar perlahan. Melafazkan kalimat ta’awuz sebanyak tiga kali. Bersungguh-sungguh dia memohon perlindungan kepada Allah daripada gangguan syaitan yang direjam.

Bibirnya didekatkan sedikit ke telinga Siti. Tangan kanannya diletakkan di kepala Siti. Ingin dibaca ayat-ayat Ruqyah Syar’iyyah yang memang sudah dihafalnya. Dimulakan bacaan dengan Surah al-Fatihah. Dibacanya secara tartil.

Setelah itu diteruskan dengan membaca surah al-Baqarah ayat satu hingga lima. Badan Siti sedikit mengeras dan bergetar. Dia berteriak lagi.

Aqilah tidak memberhentikan bacaannya. Diteruskan dengan ayat 102, 103, 163, 164 dan apabila tiba ayat 255 surah al-Baqarah iaitu ayat Kursiy tubuh Siti semakin bergetar hebat.

“Aaaaaaahhh!! Sakit!!!! Sakit!!!!”

Bacaan tetap diteruskan sehingga ayat 257. Suara nyaring meletus lagi. Semakin meninggi. Semakin meronta-ronta. Aqilah tetap tidak memberhentikan bacaannya. Disambung lagi membaca penghujung surah al-Baqarah iaitu ayat 285 dan 286. Semakin kuat Siti menarik tangannya untuk dilepaskan. Sehinggakan memaksa Hakimah dan Ruwayda menguatkan lagi cengkaman di tangan Siti. Jeritannya semakin kuat dan sedikit berubah serak.

Memasuki Surah Ali-‘Imran, Aqilah tetap meneruskan bacaan tanpa beriak kasihan. Tiba ayat ketiga surah itu suara yang sedikit serak itu bersuara lagi.

“Cukup!!!! Cukup!!! Aku dah tak tahan!!! Sakit!!!!!! Aku tak nak kacau dah!!!” Si ‘dia’ seperti sudah mengalah.

Aqilah berhentikan bacaannya dan memulakan bicara. “Baiklah, tapi kau mesti jujur jawab soalan aku. Siapa nama kau? Apa agama kau?”

“Mus’ab. Aaku Islam.” Jujur si ‘dia’ menjawab walaupun agak tergagap.

“Kenapa kau ganggu dia ni?” soal Aqilah lagi.

“Aku suka dia. Dia selalu sorang-sorang.” Berterus terang Mus’ab menjawab.

“Kau ada bawa jin lain masuk tubuh ni?” Aqilah inginkan kepastian.

“Aku saja.”

“Kau ada bekerja dengan sapa-sapa untuk masuk ke dalam jasad ni?” soalan diteruskan sambil kepala Siti masih disentuh.

“Tak ada. Aku sendiri-sendiri saja.”

“Kau ada di bahagian mana sekarang?”

“Lengan” jujur sekali Mus’ab menjawab. Aqilah memegang lengan Siti.

“Kau Islam sudah tentu kau tahu yang perbuatan kau ni salah. Allah tidak menyukainya. Kau pasti akan ditimpa azab berat jika tidak bertaubat. Nama kau Mus’ab sepatutnya memudahkan orang lain bukan menyusahkan. Kau nak keluar atau tidak?” Aqilah mengancam sedikit Mus’ab dengan peringatan azab dan sempat juga dia menggunakan nama Mus’ab yang bermaksud yang MUDAH.

“Nak. Nak.” Pantas Mus’ab menjawab lagak budak kecil yang ditawarkan mainan.

“Alhamdulillah.. jika kau nak keluar sebelum tu kau kena berjanji kepada Allah. Ikut aku lafaz”

“Aku berjanji kepada Allah ta'ala bahwa saya akan keluar dari jasad ini dan saya tidak akan kembali lagi kepadanya; juga tidak akan kembali (masuk) kepada salah seorang dari kaum Muslimin. Jika saya melanggar janji saya, maka saya akan terkena laknat Alah, para malaikat dan semua manusia. Ya Allah, jika aku jujur, maka mudahkanlah bagiku untuk keluar dan jika aku berdusta, maka berilah kekuatan kepada orang-orang Mu'min terhadap diriku. Allah menjadi saksi atas apa yang aku ucapkan”.

Mus’ab mengikut satu per satu lafaz janji yang diungkapkan Aqilah. Selesai janji dilafaz tubuh Siti kelihatan terkulai. Aqilah mengambil air mineral yang telah di‘baca’ dengan ayat-ayat suci al-Quran sebentar tadi. Lalu disapukan ke wajah Siti yang pucat sambil berselawat. Diulang beberapa kali kemudiannya kelopak mata Siti kelihatan bergerak-gerak sedikit. Matanya dibuka perlahan.

“Aduh…..” Siti mengaduh perlahan sambil memegang lengannya. Dikerut-kerutkan wajahnya. Mungkin kesan cengkaman tadi.

“Siti ke?” soal Aqilah inginkan kepastian Siti sudah ‘bebas’.

“Ya..Siti ni” perlahan sahaja. Normal suaranya. Aqilah membantu Siti untuk duduk.

“Mari saya check sikit lagi ya. Nak tengok dia dah betul-betul pergi atau tidak.” Siti hanya mengangguk merelakan.

Setelah dibaca beberapa ayat Ruqyah lagi tubuh Siti kelihatan sudah pulih. Alhamdulillah, Mus’ab benar-benar mengotakan janjinya. Moga-moga begitulah. Desis hati kecil Aqilah.  

“Minum air ni ya. Jangan lupa selawat.” Aqilah menyuakan air itu kepada Siti.

Setelah selesai dan memberi sedikit pesan, Aqilah, Hakimah dan Ruwayda meminta diri.

Aqilah mengerling sekilas ke arah jam tangan jenama Quartz miliknya. Jarum pendek mendekati angka sepuluh. Manakala jarum panjang pada angka sebelas. “Lama juga ya” desis Aqilah perlahan.

“Alhamdulillah mudah juga dia keluar kan” Hakimah berkata. Mereka bertiga menuruni tangga blok Fatimah Az-Zahra.

Sampai di bawah blok ada nada mesej masuk ke dalam peti masuk telefon bimbit Aqilah. Diseluk beg sandangnya. Mesej dari setiausaha JAKMAS kolejnya. Ada mesyuarat tergempar sekejap lagi. “Ek?” Aqila mengangkat sedikit keningnya.

“Kenapa Qila? Ada kerja?” Soal Ruwayda.

“Yup, ana ada meeting, baru dapat mesej ni, korang balik dulu ya.”

Setelah bersalaman, mereka melangkahkan kaki menuju destinasi masing-masing. Aqilah menuju ke bilik mesyuarat JAKMAS di bangunan Jawatankuasa Kebajikan Mahasiswa di sebelah kafe. Tubuhnya terasa sedikit penat akibat me‘lawan’ tadi. Tetapi, belaian tubuh perlu diabaikan dahulu. Aqilah melangkah kemas. Amanah tetap manah.




P/S: Suka CERPEN S.I.K bahagian 2 ini? Kalau suka sudi-sudikanlah diri untuk ‘like’ dan beri sedikit komen kepada ana. Sama-sama kita sebarkan da’wah. Kredit untuk anda dan kredit juga untuk insan yang dhoif ini. Syukran. Wallahu a’lamu a’lam…